Peta Penyebaran Agama
Oleh: Khairuddin Kedang
Pada
tahun 1976, sekitar bulan Maret, di Pakistan diadakan upacara Maulid
Nabi Muhammad s.a.w tingkat Nasional. Acara ini dihadiri oleh kurang
lebih seratus ulama dan tokoh-tokoh pemimpin agama Islam di seluruh
dunia, atas undangan panitia. Sebut saja seperti Syekh Abdullah bin
Subaiyil (Imam Masjidil Haram Mekkah), Syekh Al-Azhar Mesir, Mufi
Libanon, Imam Masjid Washigton D.C, dan masih banyak Syekh-syekh
lainnya, turut hadir dalam acara tersebut. Selain itu, seorang tokoh
orientalis terkemuka seperti Prof. Montgomery Watt dan beberapa pemuka
dari agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik turut hadir dalam acara
tersebut.
Acara
yang bertemakan ”The Messages of Islam to the Modern Man” atau dalam
bahasa Indonesianya “Pesan Apakah yang diberikan oleh Islam kepada Orang
Modern” ini bertujuan memberikan gambaran terkait perbincangan seputar
Islam dan Modernisasi yang sedang marak pada masa itu.
Sebagai
wakil dari ulama dan sekaligus tokoh Islam Indonesia yang turut hadir
dalam acara tersebut adalah Muhammad Natsir atau lebih kerennya kita
kenal dengan sebutan Bung Natsir.
Di
kota Lahore yang merupakan salah satu tempat penyelenggaraan acara
tersebut (tanggal 9 Maret 1976), Bung Natsir kemudian membagikan kertas
kerjanya yang berisi tentang jawaban atas beberapa pertanyaan seperti:
Apakah yang dipesankan oleh Islam kepada orang modern? Apakah sebenarnya
orang modern itu? Dan Apakah cirri khas terkait penamaan tersebut?
Sebagai
langkah awal, perlu saya jelaskan bahwa kata modern, sebenarnya tidak
memberikan sebuah pengertian yang paten. Artinya kata modern, dapat oleh
siapa saja memaknakannya kepada orang lain tergantung keadaan atau
situasi seperti apa yang hendak diinformasikannya saat itu. Istilah
modern, seringkali dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan daya nalar
(yang bersifat teoritis) pada diri seseorang dalam memaknai segala
sesuatu. Hal ini mengandung arti bahwa agama itu bertentangan dengan
daya nalar dalam membenarkan sesuatu yang sekaligus merupakan penghambat
tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai kemanusiaan. Inilah pengertian
modern yang selama ini dipakai oleh kebanyakan orang.
Prof.
Alex Inkeles, seorang guru besar di Universitas Harvard Amerika Serikat
dalam salah satu catatannya ”The Modernization of Man” (Modernisasi
Manusia), mencoba mengulas pengertian secara rinci dari modern, dengan
memberikan beberapa ciri tentang orang modern yang kemudian dipakai oleh
Bung Natsir sebagai batu loncatan dalam melihat bagaimana pendapat
Islam terhadap kata modern itu sendiri.
Oleh
Sang Profesor, disebutkan bahwa salah satu dari salah sembilan ciri
orang modern itu adalah kesediaannya untuk menerima
pengalaman-pengalaman baru dan keterbukaannya bagi penciptaan baru serta
perubahan.
Hal
ini oleh Al-Qur’an telah disebutkan di dalam Surat Al-Baqarah ayat 170
yang berbunyi”Dan apabila dikatakan kepada mereka: Turutlah kamu apa
yang diturunkan Alla? Mereka menjawab: Tidak! Kami hanya menurut apa
yang kami dapati dari bapak-bapak kami. Biarpun bapa-bapa mereka
sedikitpun tidak mengerti dan tidak pula menurut pimpinan yang benar”.
Maksud
dari ayat ini adalah gaya hidup seseorang yang terlalu terikat oleh
tradisi, seperti kebiasaan hidup gaya kuno, mengabaikan pertimbangan
daya nalar yang tentunya menghambat adanya perubahan berdasarkan
pembaharuan pikiran yang bersifat ilmiah serta perkembangan masyarakat.
Selain itu ada ayat lain dalam Al-Qur’an surat Az-Zukhruf ayat 22, juga
juga menyebutkan bahwa ”Tidak! Mereka menjawab: Kami dapati bapa-bapa
kami mengikuti suatu agama, dan kami turuti saja jejak mereka itu”. “Dan
ketika Ibrahim mengatakan kepada bapaknya, Azar: Berhalakah yang engkau
ambil menjadi Tuhan? Sesungguhnya kulihat engkau dan kaum engkau dalam
kesasatan yang nyata”.
Ayat
ini menjelaskan tentang baiaman seorang Nabi Ibrahim a.s, berupaya
menemukan Tuhan yang benar-benar memberikan suatu bukti ilmiah (yang
diterima oleh akal sehat).
Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa betapa Islam memajukan akal pikiran,
sekalipun dipergunakan untuk mencari kebenaran tentang adanya Tuhan,
atau contoh kecilnya bahwa ketika seorang mukmin menyakini dengan
berpikir terlebih dahulu tentang adanya Tuhan yang dijelaskan
oleh Al-Qur’an, maka secara otomatis keterlibatan daya nalar itu ada.
Contoh lain adalah bahwa alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah
s.w.t untuk dipergunakan bagi kemaslahatan ummat manusia.
Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah bahwa: Bagaimana kemaslahatan ummat itu
dapat tercapai jika daya nalar dalam mengelola alam ini tidak
diikutsertakan?
Setiap
Muslim tentunya akan menaati tuntunan ajaran Islam yang telah
berabad-abad hadir sebagai agama penerang kegelapan. Salah satu bentuk
penaatan itu adalah mengenai kehidupan yang fana ini. Kefanahan hidup
inilah yang pada akhirnya menuntut seseorang untuk menjadi modern dalam
menjalankan ajaran Islam itu sendiri. Kata kunci yang ingin saya
utarakan terkait judul di atas, adalah bahwa ”Islam merupakan agama yang
modern, maka dari itu bersikaplah modern dalam menjalankan syariatnya”.
|
0 komentar:
Posting Komentar