Rabu, 21 Maret 2012

Penjelasan lima Agama di Indonesia

Peta Penyebaran Agama
Oleh: Khairuddin Kedang
Pada tahun 1976, sekitar bulan Maret, di Pakistan diadakan upacara Maulid Nabi Muhammad s.a.w tingkat Nasional. Acara ini dihadiri oleh kurang lebih seratus ulama dan tokoh-tokoh pemimpin agama Islam di seluruh dunia, atas undangan panitia. Sebut saja seperti Syekh Abdullah bin Subaiyil (Imam Masjidil Haram Mekkah), Syekh Al-Azhar Mesir, Mufi Libanon, Imam Masjid Washigton D.C, dan masih banyak Syekh-syekh lainnya, turut hadir dalam acara tersebut. Selain itu, seorang tokoh orientalis terkemuka seperti Prof. Montgomery Watt dan beberapa pemuka dari agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik turut hadir dalam acara tersebut.
Acara yang bertemakan ”The Messages of Islam to the Modern Man” atau dalam bahasa Indonesianya “Pesan Apakah yang diberikan oleh Islam kepada Orang Modern” ini bertujuan memberikan gambaran terkait perbincangan seputar Islam dan Modernisasi yang sedang marak pada masa itu.
Sebagai wakil dari ulama dan sekaligus tokoh Islam Indonesia yang turut hadir dalam acara tersebut adalah Muhammad Natsir atau lebih kerennya kita kenal dengan sebutan Bung Natsir.
Di kota Lahore yang merupakan salah satu tempat penyelenggaraan acara tersebut (tanggal 9 Maret 1976), Bung Natsir kemudian membagikan kertas kerjanya yang berisi tentang jawaban atas beberapa pertanyaan seperti: Apakah yang dipesankan oleh Islam kepada orang modern? Apakah sebenarnya orang modern itu? Dan Apakah cirri khas terkait penamaan tersebut?
Sebagai langkah awal, perlu saya jelaskan bahwa kata modern, sebenarnya tidak memberikan sebuah pengertian yang paten. Artinya kata modern, dapat oleh siapa saja memaknakannya kepada orang lain tergantung keadaan atau situasi seperti apa yang hendak diinformasikannya saat itu. Istilah modern, seringkali dipakai untuk menunjukkan pertumbuhan daya nalar (yang bersifat teoritis) pada diri seseorang dalam memaknai segala sesuatu. Hal ini mengandung arti bahwa agama itu bertentangan dengan daya nalar dalam membenarkan sesuatu yang sekaligus merupakan penghambat tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai kemanusiaan. Inilah pengertian modern yang selama ini dipakai oleh kebanyakan orang.
Prof. Alex Inkeles, seorang guru besar di Universitas Harvard Amerika Serikat dalam salah satu catatannya ”The Modernization of Man” (Modernisasi Manusia), mencoba mengulas pengertian secara rinci dari modern, dengan memberikan beberapa ciri tentang orang modern yang kemudian dipakai oleh Bung Natsir sebagai batu loncatan dalam melihat bagaimana pendapat Islam terhadap kata modern itu sendiri.
Oleh Sang Profesor, disebutkan bahwa salah satu dari salah sembilan ciri orang modern itu adalah kesediaannya untuk menerima pengalaman-pengalaman baru dan keterbukaannya bagi penciptaan baru serta perubahan.
Hal ini oleh Al-Qur’an telah disebutkan di dalam Surat Al-Baqarah ayat 170 yang berbunyi”Dan apabila dikatakan kepada mereka: Turutlah kamu apa yang diturunkan Alla? Mereka menjawab: Tidak! Kami hanya menurut apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami. Biarpun bapa-bapa mereka sedikitpun tidak mengerti dan tidak pula menurut pimpinan yang benar”.
Maksud dari ayat ini adalah gaya hidup seseorang yang terlalu terikat oleh tradisi, seperti kebiasaan hidup gaya kuno, mengabaikan pertimbangan daya nalar yang tentunya menghambat adanya perubahan berdasarkan pembaharuan pikiran yang bersifat ilmiah serta perkembangan masyarakat. Selain itu ada ayat lain dalam Al-Qur’an surat Az-Zukhruf ayat 22, juga juga menyebutkan bahwa ”Tidak! Mereka menjawab: Kami dapati bapa-bapa kami mengikuti suatu agama, dan kami turuti saja jejak mereka itu”. “Dan ketika Ibrahim mengatakan kepada bapaknya, Azar: Berhalakah yang engkau ambil menjadi Tuhan? Sesungguhnya kulihat engkau dan kaum engkau dalam kesasatan yang nyata”.
Ayat ini menjelaskan tentang baiaman seorang Nabi Ibrahim a.s, berupaya menemukan Tuhan yang benar-benar memberikan suatu bukti ilmiah (yang diterima oleh akal sehat).
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa betapa Islam memajukan akal pikiran, sekalipun dipergunakan untuk mencari kebenaran tentang adanya Tuhan, atau contoh kecilnya bahwa ketika seorang mukmin menyakini dengan berpikir terlebih dahulu tentang adanya Tuhan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an, maka secara otomatis keterlibatan daya nalar itu ada. Contoh lain adalah bahwa alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah s.w.t untuk dipergunakan bagi kemaslahatan ummat manusia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bahwa: Bagaimana kemaslahatan ummat itu dapat tercapai jika daya nalar dalam mengelola alam ini tidak diikutsertakan?
Setiap Muslim tentunya akan menaati tuntunan ajaran Islam yang telah berabad-abad hadir sebagai agama penerang kegelapan. Salah satu bentuk penaatan itu adalah mengenai kehidupan yang fana ini. Kefanahan hidup inilah yang pada akhirnya menuntut seseorang untuk menjadi modern dalam menjalankan ajaran Islam itu sendiri. Kata kunci yang ingin saya utarakan terkait judul di atas, adalah bahwa ”Islam merupakan agama yang modern, maka dari itu bersikaplah modern dalam menjalankan syariatnya”.

 









_

0 komentar:

Posting Komentar

Followers